Sukses Modal Otak Kanan


Di tengah perumahan komplek Taman Mangu Indah Pondok Aren, terlihat rumah mewah berlantai dua. Sosoknya kalem, santun dan bersahabat membukakan pintu gerbang rumahnya. “Silahkan masuk mas!”, ucapnya santun. Dialah Jalal Abdul Nasir (46), orang kebanyakan memanggilnya Haji Jalal. Pengusaha muda sukses yang bergerak di bidang busana muslim bermerek “Nibras”. Bersama istrinya, Temmi Wahyuni ia membangun bisnis busana muslim yang menurutnya seperti cerita Siti Hajar yang mencari air kesana-kemari namun ternyata air itu ada di kaki putranya Ismail.    

“Awalnya tahun 1999, saya berbisnis buku, kaset, Al-Quran, VCD, makanan minuman dengan bendera Fatahillah. Kami gagal dan 2009 toko buku saya tutup dengan meninggalkan banyak hutang. 2009-2011 kami berusaha bangkit sambil terus jualan apa saja mulai training, asuransi, seminar, dan lain-lain agar bisa melunasi hutang. Kami hanya bermodalkan otak kanan. Pada akhirnya 2011 kami menemukan bisnis ini yang idenya dari istri saya sendiri. Itulah mengapa seperti kisah Siti Hajar”, kenangnya menjelaskan.        

Nah, sejak Nibras ini didirikan dengan modal Rp, 40 juta, banyak pesanan masuk dengan sistem cash and carry. Terbukti dari omset 2011 Rp. 72 juta, setahun kemudian 2012 meningkat dahsyat menjadi Rp. 2 miliar dan seterusnya. “Resepnya, kami hanya merubah kalimat promosi dari hanya sekadar menjual menjadi menggratiskan katalog jika bapak-ibu berkenan dengan Produk kami”, ucapnya pelan.                

Dengan cara ini, Nibras berhasil meraup banyak permintaan dan kepercayaan dari pasar. “Aset kami pun saat ini sudah mencapai Rp. 23 miliar”, begitu Haji Jalal menjelaskan. Dengan peningkatan tajam inilah, sarjana alumni STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) besama istrinya alumni peternakan, mulai membuka store (toko, red). Padahal, sebelumnya ia telah sukses dengan penjualan melalui distributor. “Ada lebih dari 80-an distributor kami tersebar di Pulau Jawa dan sebagian Sumatra”, tambah Haji Jalal.

Dengan makin maraknya social media, produk Nibras ini makin dikenal banyak orang. “Kami jarang sekali promosi iklan berbiaya besar. Cukup dengan membuka grup WA dan Telegram saja, kami sudah bisa berjualan dan efektif”, begitu ia memberikan tips-nya. Namun, seiring dengan makin tingginya persaingan, “PT Fatahillah Anugrah Nibras” berusaha mengikuti tren model fashion agar tidak ketinggalan zaman. Haji Jalal kemudian mengangkat Direktur dan Tim Manajemen. Dengan cara ini, proses produksi mulai dari awal sampai akhir bisa terkontrol dengan baik.

Sejak awal diproduksi, kekuatan Nibras terletak pada harganya (pricing strategy, red.). 2011 harga produk Nibras rata-rata Rp. 150-an ribu, dan 7 tahun kemudian masih diangka Rp. 200an ribu. Padahal, harga rata-rata produk sejenis di pasaran sudah di atas Rp. 300an ribu. “Kami ini menjual pakaian muslim sehari-hari yang murah tapi tidak murahan. Itu yang sampai saat ini kami pegang”, begitu Haji Jalal memberikan penekanan. Margin bruto rata-rata Nibras antara 20-30 persen.

Kami bersyukur, HIK memberikan bantuan pembiayan ketika kami memang sangat membutuhkan. Padahal, kami berdua ini sejak bangkrut berusaha menghindari bank”, begitu ucapnya. “Satu lagi, sejak berhubungan dengan HIK, kami ingin proses pencairannya lebih dipercepat dan tidak ribet ketika kami sedang membutuhkan”, begitu simpulnya menutup pembicaraan dengan kami. ***amb    

Share This Post: